SANTA BERBAJU JINGGA

 

Sumber gambar : https://www.pinterest.ca/pin/590323463652477255/

Gadis itu duduk sendiri di bangku bercat putih yang ada di suatu taman kota. Tas ransel berwarna putih tulang tergeletak di sampingnya bersamaan dengan botol yang berisi air gula. Telinganya tersumpal earphone yang memutar playlist lagu rock kesukaannya. Dia menatap jalanan kota yang tak terlalu ramai dengan mata harap menanti jemputan dari ayahnya yang tak kunjung tiba.

Dia mengecek jam tangannya sekali lagi. Sudah satu jam setengah dia menunggu. Teman-teman lesnya paling ya sudah pulang semua. Setelah jam les selesai dia tadi langsung ke taman sendirian untuk jalan-jalan sebentar sambil menunggu jemputan.

"Nak, kamu naik bus saja, ya? Ayah baru saja mau menjemputmu, tapi ada telfon panggilan kerjaan mendadak," tulis ayahnya dalam pesan singkat.

Gadis itu lalu beranjak dari duduk. Dia berjalan menuju halte bus yang terletak 200 meter dari taman kota. Setelah sampai di halte, gadis itu duduk kembali. Dia mengganti playlist lagunya, tetap genre rock, tapi ini playlist yang kedua. Kalau dilihat dari tipikalnya yang pendiam, pasti tidak ada yang menyangka kalau dia sangat menyukai genre rock. Apalagi kalau di kamar sendirian, dia bakal loncat-loncat sambil bernyanyi. Mengeluarkan emosi dan teriakan hati, katanya.

Di kursi halte yang berkarat dimakan waktu dan cuaca itu hanya ada dia dan seorang ibu-ibu dengan keranjang penuh sayuran. Ketika dia menoleh ke sisi lainnya, ke beberapa deret kursi yang kiranya kosong tadi, dia malah menemukan sebuah tas biola. Dia celingak-celinguk mencari sosok pemilik benda itu. Tapi tidak ada siapa pun di sana kecuali ibu-ibu tadi.

Penasaran, dia mengambil tas biola itu dan mengeluarkan biola yang ada di dalamnya. Tapi dia tidak menemukan keterangan apa pun terkait pemilik biola itu. Jadi, untuk mengusir kebosanan saat menunggu bus yang belum tiba, dia mengambil bow dan mulai memainkannya. Karena dia bisa bermain biola meski tidak terlalu lihai, dia coba memainkan simfoni nomor 40. Gadis itu memainkannya dengan baik sambil menutup mata untuk menghayati. Dua menit setelah menggesekkan bow di atas senar biola tersebut, gadis itu berhenti dan membuka mata.

Bukan, bukan jalanan yang penuh lalu lalang kendaraan yang ada di hadapannya sekarang. Tubuhnya telah diangkut oleh suatu entitas mahagaib, maha tidak diketahui. Yang ada hanyalah kebingungan. Dia berdiri sambil masih menenteng biola yang ditemukannya tadi dan menatap sekitarnya. Padang bunga. Ya, padang bunga.

"Bagaimana bisa? Aku... aku tadi bukannya menunggu bus di halte? Ya Tuhan, bagaimana bisa..."

Gadis itu kebingungan tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana caranya untuk kembali ke tempat dirinya berada semula. Namun, semakin berpikir semakin kebingungan lah dia. Lalu, dia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Barangkali menemukan orang yang bisa dia tanya terkait jalan untuk pulang. Yah, meski mustahil menemukannya karena di mana-mana cuma ada bunga!

Di samping kebingungan, gadis itu juga kagum dengan bunga-bunga itu. Tercium wangi semerbak di mana-mana. Kupu-kupu, kumbang, dan lebah dia temukan beterbangan di setiap iringan langkahnya. Tidak lama kemudian, setelah sekitar tiga bukit dia lalui, dia menemukan sebuah rumah aneh di ujung sana. Rumah yang atapnya berbentuk setengah bola dan terlihat sedikit berkilau dan setelah semakin didekati... atapnya adalah panel surya?

Setelah sampai, gadis itu mengetuk pintu rumah itu. Tak sampai tiga ketukan, seorang laki-laki membukakan pintu. Betapa anehnya! Laki-laki itu seumuran dengannya tapi memakai baju santa. Dan bajunya bukan warna merah seperti yang dipakai santa pada umumnya, melainkan berwarna jingga.

"Tempat ini bukan kutub utara, kan?" tanya gadis itu spontan.

"Oh, tentu bukan. Ini gurun Atacama," jawab laki-laki aneh berbaju santa yang warnanya jingga itu.

Chile? Gadis itu ada di Chile? Bagaimana bisa dia pindah benua? Bagaimana bisa dalam sekejap dia melalui samudera hindia dan atlantik sekaligus? Tapi kalau lewat arah barat, bagaimana bisa dalam sekejap dia melalui luasnya samudera pasifik? Ya Tuhan, apalagi ini. Dan Atacama? Bukannya tempat ini gurun pasir?

Kemudian gadis itu ingat kalau fenomena ini bisa saja terjadi dan bisa dijelaskan secara ilmiah. Tapi masa bodoh dengan fenomena itu, dia harus pulang, bukan?

"Silahkan masuk dulu, Elise," kata laki-laki itu.

"Bagaimana bisa kamu tahu namaku?"

"Hmmm, mudah saja," jawabnya tanpa penjelasan.

Benar-benar aneh semuanya. Aneh. Sangat aneh. Bagaimana bisa di gurun ada santa? Dengan pakaian warna jingga dan seumuran dengannya?

"Tolong jelaskan, aku bingung," katanya memohon.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Elise."

"Kamu siapa?" untuk sejenak Elise berpikir konyol. Belahan bumi utara selalu berkebalikan dengan belahan bumi selatan, kan. Santa yang di Finlandia yang serba beriklim dingin sekarang malah ada di gurun Atacama. Berpakaian jingga lagi. Santa yang di utara pun tua, di sini masih belia. Atau jangan-jangan nama laki-laki ini bukan Santa, tapi Santi atau Sinta. Tidak lucu, Elise! Ayo cepat cari jalan pulang.

"Aku Fanta."

Elise terkikik geli. Santa dan Fanta? Bukannya Fanta itu nama merk... Cukup. Setidaknya bukan Santi atau Sinta.

"Fanta, tolong jelaskan kepadaku bagaimana jalan untuk pulang."

"Mudah saja," jawabnya.

"Mudah bagaimana?"

"Sudah, jangan dipikirkan. Kita mengobrol di taman belakang saja."

Elise mengikuti langkah Fanta menuju ke belakang. Rambut laki-laki itu hitam dengan kulit yang agak kecoklatan. Wajahnya seperti orang Amerika Selatan dan lumayan tampan.

"Nah, di sini."

Di taman belakang itu, pemandangannya sama saja. Bunga dan bunga. Mereka duduk di atas tikar yang polanya seperti tikar khas Maroko. Terdapat teko air dan gelas yang polanya seperti buatan Cina. Ada juga vas bunga dari kayu yang ukirannya wayang Indonesia.

"Sekarang tidak usah memikirkan tentang bagaimana bisa kamu ke tempat ini atau bagaimana caranya kamu pulang, karena nanti kamu juga akan tahu jawabannya."

Mau tidak mau, Elise akhirnya menurut saja.

"Elise lagi sedih?" Fanta bertanya kemudian.

Elise menatap mata Fanta itu, bagaimana dia bisa tahu?

"Tidak usah bertanya-tanya. Jawab saja."

"Iya, itu benar. Laki-laki itu benar-benar buaya. Bagaimana bisa dia membuatku jatuh hati padanya lalu meninggalkanku begitu saja?" Elise mengungkapkan kekesalannya terkait problematika cinta yang dia hadapi sejak beberapa hari lalu.

"Ya, ya. Kamu pantas bersedih, tapi itu tidak mengubah banyak hal."

"Aku harus melakukan apa?"

"Mudah saja. Dengarkan lagu rock kesukaanmu dan nyanyikan dengan keras sambil loncat-loncat di atas kasur."

"Hey, bagaimana kamu juga tahu itu? Tapi, Fanta, aku sudah melakukannya. Kesedihanku masih belum hilang."

"Mudah saja. Carilah cinta yang lain."

"Heh, kamu dari tadi bilang mudah saja mudah saja!" ungkap Elise sambil menabok bahu Fanta.

"Hahaha, mudah saja, Elise."

"Kamu membuatku sebal, Fanta," katanya sambik tertawa.

"Tertawalah, Elise yang baik. Tertawalah dengan puas."

Setelah beberapa selang tertawa terpingkal, Elise terdiam. Lalu dia menatap Fanta lagi.

"Kamu sendiri, sedang senang atau sedih?"

"Mana mungkin aku sedih ketika ada Elise yang hadir di rumah mungilku ini."

"Kamu kesepian, kan Fanta?" tanya Elise menebak. Karena tentu saja santa dari belahan bumi selatan dengan baju berwarna jingga ini akan kesepian! Tidak ada ribuan surat milik anak-anak dari seluruh penjuru dunia yang dikirimkan kepadanya. Tidak ada yang mengharapkan kehadirannya di setiap natal tiba. Lagipula, ini gurun Atacama yang bahkan masih banyak orang belum familiar dengan namanya. Andai saja tempat tinggalnya ini ada di gurun Afrika itu. Dia tentu akan sering bertemu dengan para musafir yang berlalu lalang dengan unta-untanya. Atau bahkan kalau tinggal di Giza, dia tidak akan terlalu jauh dengan kota. Dia juga bisa saling melambai dengan para turis yang hendak melihat peninggalan-peninggalan peradaban lama. Elise jadi bingung sendiri. Kenapa dia tidak pindah saja? Sedang menjalankan misi apa, sih dia? Lagi-lagi Elise buntu. Nalar tidak bisa menjangkau tempat yang laiknya dongeng itu.

Mendengar pertanyaan Elise tadi, Fanta hanya terdiam. Elise bisa menebaknya dengan gampang.

"Itu mudah saja, Fanta. Mari kita berteman!" ajak Elise dengan senyum mengembang.

Fanta tersenyum lalu berkata, "benar, Elise. Mudah saja."

Keduanya lalu beranjak keluar rumah untuk bermain di padang bunga dan kejar-kejaran seperti anak kecil. Sesekali tersandung, terjatuh, tapi selalu penuh tawa. Ah, sudah lama Elise tidak sebahagia ini. Begitu pula Fanta.

"Elise, mari petik bunga."

"Tentu!"

Elise memetik bunga-bunga itu sehingga penuh di tangannya. Bahkan karena kalap, dia sampai harus memegang puluhan batang bunga itu dengan kedua tangan.

"Elise! Ayo kembali," panggil Fanta selang beberapa saat.

Sebenarnya Elise enggan. Dia masih suka berada di tengah-tengah padang bunga itu. Tapi, dia menuruti saja apa kata Fanta. Mereka berdua pun kembali lagi ke rumah dengan atap panel surya itu.

"Hmm, Elise, sudah waktunya kamu pulang," kata Fanta setibanya mereka di dalam rumah.

"Hah? Pulang ke mana? Ke tempatku semula? Ke halte pinggir jalan yang usang itu? Ke dunia yang berisik itu? Secepat ini? Tidak mau. Aku tidak mau kembali. Di sini saja, Fanta. Bersamamu."

"Tapi keluargamu menunggumu. Ada sekolah yang harus kamu lanjutkan, ada mimpi yang harus kamu kejar."

"Tapi Fanta, Kalau aku pergi, lalu siapa yang akan menemani sepimu?"

Fanta terdiam sejenak lalu berkata, "mudah saja, Elise. Ada bunga-bunga yang menemaniku."

"Bunga di gurun Atacama tidak abadi!"

"Mudah saja, Elise. Akan ada orang lain yang tiba-tiba tersesat di gurun ini sepertimu, lalu akan jadi temanku meski cuma sebentar. Tapi untuk yang itu, tidak ada yang bisa benar-benar menggantikanmu. Kamu berbeda, Elise."

"Kamu ini kenapa selalu menggampangkan semuanya?! Selalu saja mengatakan mudah saja, mudah saja! Fanta, dengar aku. People come and go, right? But I wanna stay, Fanta. Aku... aku merasa seperti di rumah. Kamu rumah! Aku tidak perlu pulang."

"Tidak, Elise. Kamu harus pulang. Aku bukan rumahmu."

Elise menatap Fanta itu dengan berlinang air mata. Dia tidak ingin pulang. Dia ingin bahagia saja di sini bersama Fanta. Dia lelah dengan realita dunia. Dia lelah dengan tugas-tugas sekolah, kurikulum yang ribet, ujian masuk universitas yang masih belum siap dia hadapi. Dia lelah dengan pertemanannya yang pelik. Dia lelah dengan laki-laki tempo hari lalu—yang tidak tulus mencintainya sedang dia sudah menaruh harap. Dia lelah dengan semuanya. Dia ingin tinggal di sini saja bersama Fanta, sungguh!

Lalu, keduanya saling berdiri berhadapan. Saling tatap dengan diam dan semakin mendekat satu sama lain. Fanta sebenarnya ingin sekali memeluk tubuh Elise yang mungil sebahunya itu, namun tubuhnya kaku dan hanya bisa menatap sepasang mata tulus itu. Mereka saling bertatapan lama dengan penuh... penuh cinta? Oh, Tuhan, begitu mudahnya Kau membuat hati yang patah kembali menemukan cinta!

"Sebentar, hampir lupa," kata Fanta.

"Apa?"

"Sebelum pergi, kamu mau minta apa? Emas, perhiasan, mutiara, apa pun yang indah? Semuanya bisa kamu bawa pulang."

"Aku tidak mau apa pun."

"Tapi kamu harus meminta sesuatu, Elise yang cantik. Sebut saja sebagai kenang-kenangan.”

"Ya sudah. Setangkai bunga mawar putih. Itu saja."

"Hah? Tidak ada lagi? Kalau nanti mawarnya layu?"

"Sesampai rumah, aku akan menancapkannya ke tanah agar tumbuh. Dan Fanta, aku juga meminta agar memori tentang hari ini, tidak akan kulupakan seumur hidup."

"Mudah saja, Elise."

"Benar, mudah saja," ucap Elise. Keduanya kembali saling bertatapan, semakin mendekat satu sama lain dan ketika Elise menutup matanya....

Suara itu kembali. Suara jalan dengan lalu lalang kendaraan.

"Bagaimana bisa?" Elise mengecek jam tangannya. Tidak ada, tidak ada waktu yang lewat sedetik pun sejak dia meraih biola itu.

Biola!

Namun, tidak ada biola di kursi halte itu. Yang dia temukan hanya setangkai bunga mawar putih.

Tak lama kemudian, bus pun tiba. Elise memasukinya sambil membawa bunga mawar putih itu. Sambil menatap pemandangan di luar bus melalui jendela, Elise tersenyum.

"Kamu nyata, bukan?" tanyanya dalam hati. Lalu, dia pun mulai menangis.

Comments

Popular Posts