PERMISI, MAU NGOCEH
Caution : banyak kata tidak baku dan bahasa campur. Nulisnya seenak jidat.
Hello,
folks!
Pada
kesempatan kali ini (anjai seperti pembukaan pidato aja) aku mau membagikan
sedikit ilmu yang barusan aku dapatkan. Kan katanya bagikan lah ilmu meski
sedikit, gitu, jadi ya aku bagikan di sini. Lagipula nih ya teman-teman, aku
punya kebiasaan kalau punya ide baru atau informasi baru, aku harus segera membagikannya.
Entah cerita ke teman-teman dekatku, entah nulis kayak gini, entah ngomong sama
kucing, atau sama kembang. Pokok harus diceritakan atau ditulis karena
kemungkinan untuk lupa presentasinya sangat besar.
Pagi ini, aku bangun pukul 10 lewat. Bahasa kerennya mbangkong lah. Sebenarnya nggak bangun kesiangan, sih. Aku bangun pukul 4 terus main sama adekku yang paling kecil, terus jalan-jalan, sepedahan, berkebun segala macem. Nah, pas habis sarapan, aku goleran di depan tipi. Lah kok ketiduran, gais. Tapi emang mataku lagi ngantuk banget karena baru tidur dini hari. Terus ketidurannya itu tadi baru bangun pukul 10 deh. Habis itu, seperti kebanyakan manusia-manusia di bumi, setelah tidur aku mengambil HP buat cek notifikasi plus takut-takut ada tugas dadakan dari sekolah karena hari ini hari pertama masuk semester 6. Daring lagi ye, sedih
Aku
keterusan pegang HP. Habis buka wasap, bukalah yutub. Mau nonton sesuatu
sebagai tontonan bangun tidur buat penyemangat hari gitu ceritanya. Lah, yang
muncul di TL-ku malah kajian agama-agama gitu. Yang dari ustadz ini, terus
tentang stereotip muslim di negara sono, sampe cerita-cerita tentang agama Buddha
pun muncul. Ini algoritma yutub-ku keknya menyuruhku untuk mencari hakikat
ketuhanan atau apa ya? (tapi emang dari kemarin-kemarin tontonanku gituan,
gais. Jadi algoritma yutub-ku pun mengikuti).
Lanjut,
akhirnya aku buka kajian tentang “mengkhayal” tapi dah lupa ustadz siapa dan
dalilnya bagaimana tadi. Pokok yang aku ingat aja yang aku ceritakan di sini.
Di
suatu surat dalam Alquran, disebutkan bahwa kita tidak boleh mengkhayal. Ini penyakit
hati. Harus dihindari. Dari sini aku mikir lagi. Oh iya, ya. Sebenarnya
kebiasaan mengkhayal ini melahirkan masalah-masalah batin yang lain. Yang bikin
jibeg pikiran, bikin overthingking, insekyur, dan sebagainya. Coba deh, kita
ambil contoh.
Di
sekolah kita ada cowok yang nggantengnya masyaallah. Mungkin keturunan nabi
Yusuf atau apa kek. Pokok gantengnya sampai-sampai membuat tamu-tamu Zulaikha
tidak sadar sedang memotong tangan sendiri, bukannya memotong apel. Terus,
tiba-tiba setan-setan dateng. Sttt, membuat kamu membayangkan. “Gimana ya kalau
misalkan tuh cowok suka sama aku, jadi pacarku, jadi jodohku. Aku bahagia kali,
ya?” Nah, dari proses pengkhayalan inilah, akhirnya muncul penyakit-penyakit
lain. Seperti pertama, kita jadi berkaca terus. “duh, masak sih aku yang jelek,
jerawatan, buruk rupa ini pantas bersanding dengan dia?” jadi overthingking,
gais. Gegara penyebutan jelek, jerawatan, dan buruk rupa kepada diri sendiri
itu tadi juga bisa bikin kita tidak bersyukur atas rahmat Allah, padahal dah
tertulis kalau manusia itu makhluk paling sempurna. Selanjutnya, gegara
khayalan si dia yang ganteng tadi tuh terus terngiang-ngiang, akhirnya secara
tidak sadar hati kita terus tertuju pada dia. Timbullah cinta, ea. Dan you know
what cinta itu sama dengan apa? Rasa sakit. Mantep. Terus apalagi penyakitnya,
ya? Ah, iya. Zina pikiran keknya juga bisa.
Pokok
jangan mengkhayal. Itu tadi ilustrasinya tentang cowok. Sekarang kita coba tentang
harta deh.
Ceritanya
kita lagi nonton youtube. Kontennya berisi influencer yang suka pamer. Di vidionya
muncul mobil mewah, rumah mewah, tas ratusan juta, semuanya deh ditampilin. Setan
muncul lagi. Wush, bikin kita mengkhayal. “andai aku kayak gitu juga, ya?”
Akhirnya apa? Kita jadi banding-bandingkan sama diri sendiri. Situ kaya, sini
miskin. Kasian. Jadi sedih lagi. Tidak bersyukur lagi.
Mungkin
ada sangkalan kalau penyakit hati yang membanding-bandingkan sama kondisi diri
sendiri ini sebenarnya bisa jadikan motivasi untuk take action buat jadi lebih
baik. Itu bagus, benar-benar bagus. Tapi kasus yang sering terjadi malah ya ga
ngapa-ngapain. Cuma mengkhayal titik. Ga ada aksi apa-apa.
“Tapi
mengkhayal itu enak loh. Kita bisa bahagia meski cuma dari imajinasi,” kata
mereka. Plis kita harus berhenti demikian. Karena secara tidak langsung,
mengkhayal itu punya efek negatif yang banyak buat kita.
Kisah
nyata ini gais. Jadi aku suka mengkhayal. Aku suka ngomong sendiri dan punya
teman khayalan. Pokok ngoceh di mana pun berada—meski ngocehnya dalam hati,
kadang. Terus, suatu hari aku membayangkan menjadi Miyazono Kaori (maaf, sekali
lagi, memang otakku serandom ini). Bagi yang tidak tahu Kaori, dia tuh tokoh
utama anime Shigatsu wa Kimi no Uso. Yah, meski aku lebih fans sama Tsubaki,
aku juga suka Kaori.
Dari
khayalan ingin menjadi seperti Kaori itu aku membayangkan bisa main biola,
konser di pertunjukan opera, ngamen pake biola, pokok macem-macem. Sampai
akhirnya aku memutuskan “pokok aku mau belajar biola. Habis ini nabung buat
beli.” Gak kesampaian, gais. Cuma mengkhayal-khayal doang.
Pokok
inti dari tulisan ini, jangan mengkhayal. Jangan kebanyakan berandai. Ga baik. Penyakit
hati nih. Dan, berkaca dari hidupku sendiri, sebagian besar hal-hal yang udah
aku bayangkan dan khayalkan, semuanya tidak kejadian loh rek. Masyaallah.
Sekian,
itu saja yang bisa saya sampaikan. Mari kita sama-sama belajar menjadi lebih
baik dan berhenti mengkhayal. Yok bisa yok.
Comments