A LITTLE BIT OF EMBOHLAH
Hello comrades!
Sudah
lama aku gak nulis di blog lagi. Alasannya banyak sih, seperti persiapan masuk
kuliah, baca buku, nonton film, dsb. Pokok sampai lupa kalau aku punya blog—ya
walau blognya memang sangat tidak terorganisir sih, sahabat. Tapi alasan yang
membuat aku paling lupa nulis di blog ini yaitu aku mulai menjurnal lagi.
Sebenarnya aku anaknya diary banget, tapi karena males jadinya gak nulis lagi
selama beberapa waktu. Sekarang udah mulai nulis gitu dan sudah habis satu
buku, baru beli lagi dan udah hampir habis setengah. Gila, nulis apa aja gue?!
Banyak
cui yang bisa kita tulis di jurnal. Kita bisa nulis kejadian atau aktivitas
mulai kita bangun tidur sampai tidur lagi atau bahkan nulis segala curahan hati
kita. Soalnya, kalau kita terlalu banyak curhat ke orang rasanya kadang tidak
enak. Seperti tidak puas karena pendengar kita tidak memberikan saran yang
proper atau tanggapannya pokok enggak banget. Kadang juga bisa dianggap lebay,
“Ah gitu doang.” Atau bahkan ada orang yang kalau dicurhatin malah cerita
tentang dirinya sendiri. “Iyaaa! Aku pernah ngerasain yang kayak gitu. Malah
lebih parah dari kamu. Waktu itu…” Kek, woi, bisa gak sih lo dengerin gue dulu!
(Tapi sepertinya aku juga pernah seperti itu, sahabat)
Intinya,
kalau curhat ke orang itu jangan dikeluarkan semua. Untuk hal yang lebih
privasi, simpan sendiri, deh. Kalau masih belum lega, tulis ke jurnal. Kalau
malas menulis, bisa tuh mengetik. Ada kan, di HP aplikasi diary gitu. Bisa juga
mengetik di laptop. Kalau masih malas juga, ya gak tahu lagi. Cara orang
meluapkan isi hatinya kan beda-beda, ya. Untukku, salah satunya adalah menulis
jurnal.
Pernah
suatu ketika, aku menulis jurnal surat. Jadi, aku menulis surat
gitu setiap hari. Ditujukan untuk orang yang aku suka (semoga crush gw gak baca^^). Kan ceritanya dia gak
suka aku balik gitu, jadi aku menulis jurnal di mana aku bayangin dia cowok
yang sama sekali berbeda dengan yang di dunia nyata. Pokok bayangannya dia tuh
“dia versiku” di mana saat aku menjurnal, aku mengimajinasikan dia sedang duduk
di sampingku dan aku ceritaaaa panjang tentang keseharianku. Paham gak sih,
rek? Tapi nih, gegara aku already moved, jurnal itu selesai jauh sebelum lembar
terakhir. Bahkan, kalimat di halaman pertamanya udah aku coret dari what I talk to you when there is no you jadi
what I talk to myself. Belakangan ini
malah aku punya niat untuk bakar saja buku itu. Tapi dipikir-pikir lagi, buku
ini juga menjadi bagian dari cerita aneh-anehku. So, sayang banget kalau
dibakar gitu aja.
Let’s
talk about something else.
Sekarang
rame banget masalah Israel-Palestina. Perang ini sudah ada sejak dulu banget.
Dari literatur yang aku baca kasusnya dari zaman Babilonia. (Aku takut mau
nulis tentang ini, takut salah dan soktau^^). Pokok dari kacamataku—yang burem
belum aku bersihkan—aku melihat konflik ini awalnya memang konflik agama. Tapi
terus jadi politik gitu, cui. Eh emang boleh nyampurin dua hal ini? Ah,
embohlah. Aku bingung menentukan sudut pandang, mau pakai sudut pandang politik
atau agama, gak tahu mana yang lebih relevan. Yang jelas untuk problem
understanding aku udah paham (walau nggak seluruhnya), cuma untuk berdiri di
sudut pandang yang mana aku gak tahu. Karena kan setiap sudut pandang punya
kelebihan dan kekurangannya masing-masing, gitu. Ini nih, rada pusingnya punya pikiran
multiperspektif. Kadang pindah sudut pandang, bisa-bisa value yang sudah kita
percaya sebelumnya runtuh karena sudut pandang baru.
Kalau
kalian pakai sudut pandang yang mana? Bagi opini, dong.
Mau
pakai sudut pandang yang mana pun aku tetap tidak setuju sama Israel, sih^^. Perikemanusiannya mana, gitu loh. Terus aku juga
kasihan sama anak-anak yang jadi korban. Bukan korban nyawa aja, tapi bayangin
masih kecil udah ngalamin cobaan perang kayak gitu. Mana banyak juga yang keluarganya meninggal dunia. YaAllah, seharusnya mereka lagi main petak
umpet, bukan ngumpet beneran biar tidak kena bom atau peluru.
Itu
saja yang bisa aku tulis hari ini. Gak bisa maksain nulis terus kalau topik
sudah habis.
C
U!!!!
Comments