ADVICE SESSION: LOSING A FRIEND (FRIENDS)?

 

Hello, comrades!

Why I call you comrades? This maybe makes you asking, but let me explain. I call you comrades because I’m a communist. YA ALLAH BERCANDA. Tidak ada niat apa pun, cuma lucu aja manggil kamerad ke kalian.

Informasi tambahan sebelum aku mulai bacot di blog ini adalah setelah dua blog aku nyaman dengan pronomina pertama ‘saya’, aku merasa gak enak lagi. Agak terlalu kaku menurutku. Lebih baik pakai aku-kamu—gak baper kan lu? Kalau pakai lu-gue jangan, ah. Aku belum resmi menghuni Jakarta Selatan—lebih tepatnya kuliah di Depok, sih. Ada yang mau salam ke Ayu Ting Ting?

Comrades, sekarang aku nulis ini sambil mendengarkan playlist galau yang isinya Dan, Selesai by Nadin Amizah, Sudah by Ardhito Pranomo, Goodbye by Maudy Ayunda, dan berbagai lagu-lagu galau lainnya. Aku gak galau sebenarnya, cukup content with my life, but randomly I wanna be sad. Karena playlist yang aku setel galau, akhirnya menginspirasiku untuk bacotin hal yang agak sentimental dan menggalaukan; losing a friend (or friends?).

Aku pernah baca sebuah buku yang isinya kurang lebih tertulis demikian; rangkullah teman-teman yang masih ada di sisimu, sayangi dan hargai mereka, serta biarkan mereka yang ingin pergi—jangan paksa mereka untuk terus berada bersamamu.

Nah, yang ingin pergi inilah yang kadang mengesalkan. Iya gak, sih? Pernah gak kamu mengalami hal demikian, seperti tiba-tiba they leave you. Tidak ada alasan apapun, ya cuma udah enggak aja. Kalau mengobrol sudah tidak terlalu nyambung, responnya juga lama, dan segala hal lainnya. Keseruan yang dulu seperti last forever laiknya hilang begitu saja. Lalu kamu mulai menyalahkan diri sendiri, kenapa dia (atau mereka) pergi? Apa salahku? Setidaknya ya tetap komunikasi as usual lah. But, no, sadly, you can’t.

Sesuai apa yang pernah aku tonton di Youtube dengan konten psikologi (aku lupa nama channelnya—pokok berbahasa Inggris dan pakai animasi), ada beberapa hal yang memang harus membuat kita melepaskan seseorang—orang-orang (whatever) yang dulu pernah dekat sekali dengan kita. Hal-hal itu seperti itu tadi; sulit dihubungi, tidak nyambung lagi, diajak ketemu alasan terus, dan lainnya. Dari berbagai alasan dan pertanda itu, kita harus mulai menata hati dan mempersiapkan keikhlasan kita untuk menyambutnya pergi. Karena, tidak enak kalau pertemanan antara dua atau lebih orang hanya diusahakan sepihak, tidak seimbang. Daripada nanti membuat kita semakin sakit hati karena memperjuangkan pertemanan yang telah mati dari lama, mending kita kehilangan sejak awal.

Ingat dengan kalimat klise yang sering orang lontarkan: people come and go. Lagian di dunia ini orangnya gak cuma dia atau mereka, melainkan banyak. Sembilan miliar, bukan? Mari kita cari teman-teman baru tanpa meninggalkan teman lama yang masih erat dengan kita sampai sekarang. Mungkin ini berat ketika ditinggalkan orang yang sudah bersama kita selama sekian tahun dengan berbagai memori keseruan dan kesedihan yang dilalui, tapi beginilah cara dunia bekerja. Kita bisa apa?

Aku memikirkan sebuah kemungkinan menarik yang tiba-tiba muncul; bagaimana kalau misalnya kita yang merasa ditinggalkan teman ini pernah meninggalkan teman kita pada tempo hari tanpa disengaja? Atau kemungkinan lainnya, kita jadi pihak yang ditinggalkan sekarang dan menjadi pihak yang meninggalkan di kemudian hari? Semua itu mungkin, jadi jangan terlalu dipikirkan. Ingat kata-kataku sebelumnya; mungkin memang begitulah cara dunia bekerja.

Kalau kamu merasa sedih, well aku juga merasa sedih dengan hal ini, ingat kalau kesedihan tidak bertahan selamanya. Kita juga jangan terlalu fokus dengan topik losing friends ini. Fokus pada apa yang kita miliki sekarang, seperti teman-teman baik yang tetap bertahan dan bersama kita, apa pun yang terjadi.

Kamerad, ingat juga; jika dia/mereka merupakan teman yang baik, tidak mungkin mereka meninggalkan kita, kan? Teman yang baik akan bertahan dan selalu ada. Jadi, ya sudah, tidak ada alasan untuk menahan mereka pergi. Sampaikan selamat tinggal ke mereka dan selamat datang untuk teman-teman baru.

Pas banget lagu Nadin yang aku setel sedang ada di lirik ini:

Kadang aku bertanya

Untuk apa masih saja

Keras paksa apa yang sudah mati dari lama?

Kudengar namamu

Jauh tak kukenal

….

Semoga teman-teman yang pergi meninggalkanku tidak membaca blog ini karena nanti dikira menyindir. Ya Allah, kan cuma curhat (emoticon nangis). So far, teman-teman yang meninggalkanku kebanyakan bukan karena apa-apa sih, gak ada konflik, cuma sudah beda saja haluannya. Kalau dulu masalahnya sama yaitu PR sekolah, sekarang jurusan dan universitas sudah beda. Jadi bukan saling meninggalkan, melainkan cuma sudah beda haluan. Kalau ketemu juga masih oke, hahahihi biasa. Bukan berpisah, cuma berjeda.

Namun, ada juga yang nyebelin beberapa. Gak usah dibahas, deh. Makan hati (padahal di paragraf tadi aku nulis sendiri kalau kita harus ikhlas, ya? Tapi sekarang malah nyeletuk makan hati. Hm.)

Tiba-tiba aku kepikiran untuk mengadakan pertemuan virtual dengan kawan-kawan lamaku, deh. Tapi sebelum bergerak lebih jauh, aku berpikiran negatif kalau akan banyak yang nggak bisa. Sulit bunda kalau udah beda kepentingan. Huh.

Intinya—konklusi dari artikel ini, kita harus menghargai teman-teman yang kita punya sekarang, terbuka dengan kehadiran teman-teman baru, tidak melupakan teman lama, serta tidak menahan teman-teman yang ingin pergi meninggalkan kita karena already busy with their own life. Just chill, comrades, chill!

Comments

Anonymous said…
as your friend, i'm glad to have you, hilmaa <3

Popular Posts