BOOK REVIEW: LIMA CERITA BY DESI ANWAR
LIMA CERITA BY DESI ANWAR
Seperti yang
kita tahu, Desi Anwar adalah seorang jurnalis terkenal dan hampir semua
karyanya adalah non-fiksi. Namun, tampaknya ia ingin menjajal untuk terjun ke
fiksi juga, sehingga menulis lima cerpen yang terdapat dalam buku berjudul Lima
Cerita ini. Aku tidak berekspektasi terlalu besar sih, karena pasti Desi Anwar
perlu banyak belajar lagi untuk menulis buku fiksi.
Cerita yang
pertama bertemakan kematian. Mengisahkan tentang seorang perempuan yang
kehilangan sosok ayahnya. Awalnya, dia mengira kalau semua ini bercanda. Walau
tidak bercanda pun, dia kuat-kuat saja karena dia pikir kematian memang
seharusnya datang. Cara didik orangtuanya yang tidak terlalu gambling dalam
menyatakan kasih sayang pun berperan dalam emosinya. Dia menjadi sosok yang
kuat dan tegar. Namun, hal ini berkontradiksi ketika dia datang ke rumah
orangtuanya dan melihat di depan mata jenazah ayahnya. Setelahnya, dia
meraung-raung seperti orang gila. Teriak-teriak kesetahan, nangis tidak ada
hentinya. Dari cerita ini aku sadar bahwa sekuat apa pun kita, pasti ada titik
lemah yang menandakan bahwa kita manusia.
Cerita kedua
berisi tentang konflik keluarga. Tokoh utamanya adalah mahasiswa di (bentar aku
lupa latar negaranya di mana! Sepertinya di Prancis kalau tidak Inggris…) pokok
gitu. Nah, awalnya nih si Djuna ketika kuliah bingung mencari
apartemen/flat/kos-kosan lah. Biaya sewa terlalu mahal, tapi fasilitas begitu
minim. Akhirnya, lewat bantuan orangtuanya, Djuna menemukan tempat yang bagus
yaitu rumah Delia. Delia adalah wanita yang sudah cukup berumur dan sudah
menikah dengan Cam. Di rumahnya, ada kamar kosong yang terletak di lantai tiga.
Di tempat itulah nanti Djuna menginap selama beberapa waktu. Delia dan Cam pun
akhirnya menjadi seperti orangtua asuh sekaligus teman bagi Djuna.
Dari Delia,
Djuna belajar hidup dengan teratur. Di sana, mereka tidak memakan makanan yang
mengandung gula sama sekali. Hal ini membuat Djuna belajar juga untuk tidak
memakan gula. Aku jadi terinspirasi juga untuk tidak menerapkan pola hidup yang
sama. Ada pula referensi buku yang disebutkan di sini; Sugar Blues. Ingin
membaca tapi tidak ada terjemahan bahasa Indonesianya…
Well,
kehidupan Delia dan Cam yang romantis kemudian berubah dan mereka memutuskan
untuk bercerai. Delia diusir oleh Cam dan disusul pula Djuna yang cabut dari
rumah itu. Namun, bertahun-tahun berlalu, ending yang baik menunggu mereka
karena saat cerita berakhir, Delia dan Cam kembali menjadi pasutri. Cerita ini
beralur mundur dan deskriptif (tidak banyak dialog). Agak membosankan sih, saat
membacanya.
Cerita yang
ketiga berisi tentang proses pendewasaan dari seorang gadis remaja. Dia
memiliki bayangan monster jahat yang selalu mengganggunya saat fokus dan
membuatnya ingin bunuh diri dengan mencekik leher sendiri. Monster ini pulalah
yang membuat dia turun prestasi dan berujung depresi. Dia juga menjadi sering
mempertanyakan makna hidup; apakah hidup ini berarti atau cuma ketidaksengajaan
kosmik. Namun, pada akhirnya gadis ini mendapatkan jawabannya dari sebuah buku
pengembangan diri. Yang lucu juga adalah ketika dia berhasil mendapatkan
haidnya yang pertama, emosinya segera stabil dan monster tadi lenyap.
Hipotesisku sih, monster tadi adalah stres dari pramens.
Cerita yang
keempat berisi tentang kisah cinta. Judulnya Kisah Sempurna. Aku agak lupa isi
ceritanya apa, karena sangat membosankan. Yang jelas tentang cewek Indonesia
yang menikah dengan orang LN. Tapi, di sisi lain, dia juga merasakan cinta yang
bukan ke suaminya. Dia merasa mencintai orang lain, tapi dia juga masih cinta
dengan suaminya. Paham gak? Pokok endingnya dia cerai sama si suami terus
nyambung sama selingkuhan dengan dalil kisah cinta sejati.
Cerita yang
kelima adalah tentang didikan seorang ibu. Tokoh utama adalah anak kecil yang
dibentuk mandiri dan kuat mental sejak kecil oleh mamanya. Sang mama tidak
terlalu memperhatikan anak ini. Didikannya keras dan kaku. Tapi, dengan cara
inilah ia belajar dan tumbuh dengan mandiri dan kuat. Walaupun didikan mamanya
tidak ramah dan mungkin bisa kita kritik dengan kejam, tetap ada saja
hikmahnya. So, apa yang kita anggap sangat buruk, pasti ada kok hikmahnya. Tinggal
waktunya aja yang datang kapan.
Setelah membaca
Lima Cerita, konklusiku cerita-ceritanya membosankan. Aku jadi tidak tahan dan
memaksakan diri untuk melanjutkan membaca. Walaupun dari testimoni Dee Lestari,
Eka Kurniawan, dan beberapa penulis lainnya mengatakan cerita-cerita di
dalamnya bagus, tapi tetap saja aku kurang setuju. Membosankan, meski kita
relate. Jadi, aku lebih merekomendasikan buku-buku nonfiksi sih, kalau tentang
karya Desi Anwar ini.
Comments