DI TANAH LADA BY ZIGGY ZEZSYAZEOVIENNAZABRIZKIE

 DI TANAH LADA BY ZIGGY ZEZSYAZEOVIENNAZABRIZKIE

Tarik nafas, keluarkan, fokus.

Saya baru saja selesai membacanya dan masih belum bisa move on dari endingnya. Ziggy kembali mengacaukan perasaan saya. You now, sometimes we want to reduce our stress with some activities, and in my case, I read books. But, with reading Ziggy’s I am not. My stress not reduced. It changed with another stress. Bedankt, Ziggy. Ik hou van jou.

Ceritanya, ada seorang anak perempuan berusia enam tahun yang hidup bersama mama dan papanya. Mamanya sangat menyayanginya, namun papanya keras sekali. Suka memukul, suka berteriak, suka berjudi, suka minum-minuman keras, dan berbagai perangai buruk lainnya. Anak perempuan ini bernama Salva. Seharusnya dia bernama Saliva—yang berarti ludah—papanya yang memberikan nama ini. Akan tetapi, karena mamanya menyayanginya dan tidak ingin anaknya bernasib seperti ludah (nama adalah doa), maka dia pun menggantinya dengan Salva yang kalau tidak salah bermakna bahagia (maaf saya sedikit lupa).

Pada suatu hari, Kakek Kia meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang banyak untuk papanya. Ava (nama panggilan Salva) sangat bersedih ketik Kakek Kia meninggal karena Kakek Kia sangat menyayanginya, tidak seperti papa. Apalagi, ketika Kakek Kia meninggalkan banyak uang ke papanya, perangai papa semakin buruk. Tidak lama setelah kematian Kakek Kia, papa memutuskan untuk pindah rumah. Keputusan yang sangat mendadak, tapi mama dan Ava tidak bisa melawan karena papa tidak mau dilawan, kejam, suka memukul, dan suka berkata kasar. Mereka pun pindah. Alih-alih pindah ke rumah yang lebih besar dan mewah, mereka malah pindah ke Rusun Nero, rusun yang terletak di daerah kumuh dengan pemandangan kotor, banyak tikus, kutu, dan dindingnya retak serta kelabu. Alasan papa memutuskan pindah ke sana adalah karena tempat itu dekat dengan kasino: tempat perjudian.

Ketika sampai di rusun, mama langsung diseret papa untuk ikut bersamanya—entah ke mana. Saat mereka bertengkar, papa memberinya uang Rp100.000 lalu Ava pun keluar mencari makan. Di tempat makan, dia bertemu dengan seorang bocah laki-laki pengamen yang berusia sepuluh tahun. Melihat Ava yang tidak bisa makan (karena dia masih disuapi mama), bocah laki-laki tadi membantu Ava dan menyuapinya. Lalu, mereka pun berteman.

Kemudian, ketika pada suatu hari Ava pulang seusai bermain dengan P (nama bocah laki-laki itu memang P), dia baru sadar kalau mamanya belum membelikannya kasur di rusun itu. Akhirnya, oleh P, Ava disuruh tidur di atas koper yang terbuka saja biar hangat karena sebelumnya Ava tidur di kamar mandi yang dingin akibat sembunyi dari keributan mama dan papanya. Namun, pada tengah malam, Ava yang mengantuk harus terbangun karena ada keributan lagi. Papanya mau menguncinya di dalam koper dan mamanya berusaha menghentikan itu. Tetangga-tetangga juga ramai melerai karena tindakan itu sudah tidak manusiawi. Plis, papa Ava kejam sekali.

Oleh karena itu, mamanya memutuskan untuk pergi dari rusun dan menginap beberapa hari di hotel. Di hotel, mereka bertemu dengan Om Ari dan Tante Lisa. Om Ari adalah adik dari mama sedangkan Tante Lisa adalah kakak dari papa. Ketika mereka bertiga berdiskusi di restoran hotel, mama meminta Ava untuk bermain sebentar. Di sana, Ava bermain di dapur dan beberapa kali bercakap-cakap dengan koki. Kemudian, dia menemukan sebuah toples dan huruf P dan karena berhubungan dengan P temannya, dia menelfon bocah pengamen itu. P—si bocah pengamen—mengatakan kalau P dari toples itu bermakna pepper atau lada. Di samping pepper ada S yaitu salt. Setelahnya, mereka berdua memakai pepper sebagai nama P, dan salt untuk Salva.

Keesokan harinya, ketika mama tidur, Ava keluar rumah dan di lobi bertemu dengan P dan Mas Alri (Mas Alri adalah seorang pria yang kelihatan dekat sekali dengan P. Selain Mas Alri, ada juga Kak Suri yang tinggal di lantai empat Rusun Nero). Mereka lalu berjalan-jalan keluar hotel dan Pepper mengajak Salt ke Rusun Nero untuk mengambil ranselnya. Ransel itu penting sekali karena ada kamus di dalamnya. Well, Salt suka sekali membaca kamus dan kata-kata yang diucapkannya juga sering, “Menurut kamus, ‘kata ini’ berarti…” atau kalau tidak begitu, “menurut Kakek Kia…”; “Menurut Mama…”

Salt juga mengambil buku Agatha Christie punya mamanya dan boneka penguin yang mereka berdua beri nama Pe (seperti P, tapi ada huruf vokal agar membedakan dan lebih mirip nama—tidak cuma huruf). Bagian lucunya yaitu ketika mereka membaca buku Agatha Christie yang ada Hercule Poirot dan tertulis M. Poirot, mereka tidak tahu apa itu M. Karena di kamus tidak ada, Salt ingat kalau waktu sekolah, absen teman-temannya yang berupa singkatan M. memiliki kepanjangan Muhammad. Kesimpulannya jadi Muhammad Poirot.

Pepper juga mengajak Salt ke kamar rusunnya. Di kamarnya, dia juga tidak memiliki kasur. Karena papa Pepper tidak suka akan kehadirannya, dia menggunakan kardus besar sebagai kamar dan tempat tidur. Pepper mengajak Salt masuk dan mereka menemukan buku Le Petit Prince pemberian mama Pepper. Namun, ketika mereka mau melanjutkan cerita, kardus ditendangi dan mereka berguncang-guncang. Pepper ditarik keluar, lalu Salt mendengar teriakan. Reflek, karena menurut Kakek Kia kalau ada yang berteriak kencang berarti butuh pertolongan, Salt keluar dan memukul papa Pepper dengan gitar kecil milik Pepper. Mereka berdua lalu lari dan setelah di luar, Pepper meringis karena tangannya disetrika oleh papanya. Sedih sekali.

Namun, di belakang, papa Pepper masih tidak terima dan mengejar dua anak itu. Mereka berlari ke kamar Kak Suri. Oleh Kak Suri—bersama Mas Alri juga, mereka di bawa ke rumah sakit untuk menangani luka Pepper. Kak Suri dan Mas Alri lalu bertengkar perihal pelaporan papa Pepper ke polisi. Ketika pertengkaran itu terjadi, Salt dan Pepper yang lapar menuju kantin untuk makan. Di sanalah mereka memutuskan untuk kabur ke rumah Nenek Isma (Nenek Salt/Ava), yang tinggal di Tanah Lada alias Sumatera. Mereka mengatur strategi dari menjual ponsel, beli sepeda, pergi ke terminal bus, pelabuhan, dsb. Tapi, ketika sampai di terminal, mereka ditemukan oleh Mas Alri dan dia menghentikan kaburnya dua anak itu.

Bersama Mas Alri, Salt dan Pepper menuju Tanah Lada, ke rumah Nenek Isma karena Om Ari, Tante Lisa, dan Mamanya Salt sudah berangkat ke sana. Di jalan, mereka mencari nama yang baik untuk Pepper. Ketika mereka sampai di pantai untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan, Mas Alri meminta Pepper menemuinya tanpa mengajak Salt. Namun, pada akhirnya Pepper memberitahu Salt apa yang dikatakan Mas Alri. Ia mengatakan bahwa Kak Suri adalah mama asli dari Pepper dan papanya yang asli adalah Mas Alri. Kak Suri melahirkan Pepper diusianya yang masih 17 tahun. Dia menitipkan Pepper ke kakaknya, lalu kakaknya meninggalkan Pepper di Rusun Nero bersama papanya. Papa yang kejam itu bukan papanya yang asli. Sedangkan kebenaran tentang Salt, mama dan papanya akan bercerai. Salt bingung, kenapa tidak dari dulu saja? Tapi dia bersyukur karena akhirnya dia tidak akan lagi bertemu dengan papanya.

Salt dan Pepper membicarakan itu semua di atas jembatan dermaga. Salt berhasil menemukan nama bagus untuk Pepper; Patibrata Praharsa yang dari bahasa Sanskerta berarti bahagia selamanya. Setelah itu, mereka membicarakan tentang reinkarnasi. Salt dan Pepper ingin bereinkarnasi menjadi penguin, ayam, bahkan telur. Mereka lalu memandangi langit yang berisi ribuan bintang. Di Jakarta tidak ada bintang, makanya permohonan mereka tidak terkabul. Namun, di sini mereka bisa meminta apa pun. Dan mereka memutuskan untuk terbang bersama bintang-bintang. Mereka lompat dari dermaga, masih dengan tangan berpegangan, terbang (berenang) ke langit bawah (laut).

Ending yang sedih dan menghancurkan hati saya!

Saya tidak tahu kelanjutannya akan seperti apa, tapi tebak saya, mereka berdua aka bereinkarnasi menjadi sepasang penguin yang setia, bersama, bahagia sehidup semati.

Saya mencatat beberapa quotes bagus dari cerita sedih ini. Berikut adanya.

Kalau kita jadi orang kaya, kita senang. Karena kalau kita kaya, kita punya banyak uang, dan yang bisa digunakan untuk mendapatkan banyak hal. Dan banyak hal yang membuat orang senang-senang.

Budi bahasa baik membentuk orang bersahaja.

Aku belum mengenalnya terlalu lama, tapi aku merasa sudah. Mungkin, karena sebenarnya, kami adalah satu. Mungkin karena dia adalah aku, makanya aku merasa sangat dekat dengannya.

Meskipun sekarang aku nggak punya apa-apa, kalau ada kamu, rasanya aku punya semua yang aku mau di dunia.

Kalau kamu sayang seseorang, kamu akan banyak merasa takut.

Comments

Popular Posts