HELLO, HABITS BY FUMIO SASAKI

 HELLO, HABITS BY FUMIO SASAKI

Sangat boleh dikatakan kalau saya aneh sekali dengan kasus: sering membaca buku kedua padahal belum membaca buku pertama. But, it’s okey. Menyambung saja kok, apalagi ini buku tentang pengembangan diri. Jadi, ceritanya tidak harus bersambung karena isinya beda. Cuma, buku pertama sedikit disinggung saja.

Buku ini bagus meskipun di beberapa bagian saya merasa bosan (lumrah sekali bosan ketika membaca buku nonfiksi). Jadi, karena saya tidak bisa mengurutkan menulis cerita atau tips apa saja yang ada dari buku ini, saya akan menuliskan perubahan yang ada dalam diri saya setelah membacanya.

Saya jadi kembali suka menulis buku harian. Saya memang suka menulis diary, tapi belakangan ini tidak karena sedang sangat sibuk dalam dunia perkuliahan saya. Namun, dari buku ini dijelaskan kalau fungsi diary bukan hanya sebagai teman cerita, namun sebagai refleksi tentang hari kemarin untuk perbaikan hari ini. Jadi, saya kembali menulis diary dengan lancar, panjang, dan cerita apa saja tentang keseharian saya.

Yang kedua, saya jadi sadar kalau sebenarnya bakat itu tidak terlalu berpengaruh bahkan bisa disebut tidak ada bakat. Keahlian adalah hal yang kita dapat karena melakukannya secara berulang. Saya jadi mengingat-ingat tentang bakat saya dan mencoba memahaminya; itu bakat apa bukan? Orang-orang mengatakan kalau saya memiliki bakat dalam seni murni menggambar dan melukis. Wait, apakah itu benar bakat? Mari kita analisis: saya menggambar karena dulu orangtua saya sering memberikan buku gambar, pensil, dan krayon. Kami; aku, kakak, dan ayah sering duduk bersama untuk menggambar apa pun yang kami inginkan. Setelahnya, Mamak saya mengambil bagian sebagai apresiator yang mengatakan, “wah bagus sekali! Itu macannya diwarna oren saja, dek!” dari pujian-pujian Mamak, saya berkembang. Saya juga berperan sebagai imitator kakak saya yang bagus sekali saat menggambar/melukis. Jadi, saya melukis dan menggambar dengan sering (selain untuk meniru kakak, saya ingin dipuji Mamak dan teman-teman bermain saya). Lalu, ketika mulai beranjak dewasa, saya menjadikan gambar sebagai pereda stres karena dengan menggambar, saya fokus akan objek yang saya gambar. Bagaimana agar mirip, warna apa yang sesuai, gradasi dan gelap-terang seperti apa yang cocok, dan hal-hal lainnya yang membuat saya lupa dengan problematika hidup—meski sementara lupanya, tapi sangat membantu saya untuk meredakan stres.

Selain menggambar, teman-teman saya yang membaca blog dan tulisan-tulisan saya mengatakan kalau saya berbakat dalam menulis dan mereka menunggu terbitnya buku saya. Sepertinya hampir di semua kasus, banyak pembaca buku yang pintar menulis cerita karena mereka sudah membaca banyak sekali kisah dan ingin menulis kisah mereka sendiri. Jadi, saya salah satunya. Saya pembaca yang ingin membaca karya saya sendiri. Dan dari situ, saya pun menulis.

Hal ketiga dari buku ini yang mengubah mindset saya adalah bahwa kita akan lebih bahagia jika tidak punya waktu luang terlalu banyak. Ini benar sekali, asli. Kenapa? Ketika saya mengingat hal yang terjadi dalam kehidupan saya selama kurun waktu 18 tahun ini, saya merasa kalau ketika gabut banyak sekali pemikiran negatif yang datang ke saya. Coba deh kamu coba refleksikan diri kamu juga? Mungkin kasus kita sama. Kalau kita bengong, tidak melakukan apa-apa, kita jadi memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu kita pikirkan. Hal itu mengundah stres dan membuat kita tidak bahagia. Maka dari itu, saya mulai melakukan banyak hal, seperti banyak berkreasi dan mencoba aliran-aliran baru dalam seni murni, mencoba baca beberapa genre buku, mencari banyak teman di kuliahan, mengikuti lomba-lomba, dan berbagai kegiatan asyik lainnya. Hasilnya, saya lebih banyak tidak merasakan stres. Paling-paling cuma menangis sebentar karena rindu sama someone that I love but he doesn’t love me back. Klise, masalah remaja.

Kemalasan adalah keadaan yang menyenangkan, tetapi membuat stres; kita harus melakukan sesuatu untuk merasa bahagia.

Mahatma Gandhi

Yang keempat adalah tidak ada orang yang jenius. Ada sih, tapi kejeniusan asli itu hanya sedikit presentasinya. Kerja keraslah yang berperan penting. Bahkan, kadangkala merasa jenius bisa menghancurkan kita karena membuat kita tidak mau belajar. Saya bukan jenius, jadi saya harus berusaha keras. Itu yang dikatakan oleh Mayu Yamaguchi (orang hebat yang disebut dalam Hello, Habits). Orang hebat saja merasa tidak jenius, kita lalu apa? Maka dari itu, teruslah merasa bodoh karena dari sana, kita akan semangat untuk belajar lagi dan lagi untuk menjadi pintar. Jangan pernah merasa pintar!

Ada baiknya kita mengarang cerita yang membuat kita bangga menceritakannya di waktu yang akan datang. Kalimat ini bukan berarti tentang mengarang cerita dengan menulis, melainkan menganjurkan kita untuk melakukan berbagai hal baik sehingga cerita hidup kita di masa kini akan membuat kita bangga saat menceritakannya di masa depan. Keren sekali, tidak? Ini sangat memotivasi saya untuk berjuang. Karena keinginan saya banyak, otomatis saya juga harus mengerjakan lebih banyak hal dibanding yang orang kerjakan. Tidak boleh malas karena seperti apa yang dikatakan Gandhi, kemalasan adalah keadaan menyenangkan, tetapi membuat stres; kita harus melakukan sesuatu untuk merasa bahagia.

Yang selanjutnya adalah seperti apa yang pernah saya bagikan di Thoughts! yang ada di akun Instagram saya. Di situ, saya menuliskan kalau manusia memang pada hakikatnya terus memikirkan apa pendapat orang lain tentang dirinya. Kita sebagai manusia menghabiskan sebagian besar sejarah kita dalam komunitas yang terdiri atas puluhan anggota, maka kita benar-benar mengkhawatirkan posisi dan evaluasi kita di dalam kelompok. Makhluk hidup setidaknya butuh waktu 10.000 tahun untuk berevolusi, namun manusia masih sekitar 50.000 tahun yang berarti kita belum cukup waktu untuk berevolusi. Alhasil, otak kita masih seperti nenek moyang purba kita dan nenek moyang kita itu memikirkan pendapat kelompoknya; seperti bagaimana kalau buruanku lebih sedikit, makanan yang kukumpulkan tidak cukup, pasti aku akan dikucilkan. Jadi, menurut saya, sangat tidak apa-apa kalau kita memikirkan pendapat orang lain tentang kita. Justru, dengan pemikiran itu kita bisa grow up and improve.

Terakhir (sebenarnya masih banyak sekali, tapi so far yang sudah berubah dalam diri saya adalah baru ini-ini saja), adalah yang dibutuhkan dalam hidup adalah ketidaktahuan dan rasa percaya diri, maka kita pasti akan sukses. Ya, saya menyadari itu betul! Seperti yang telah saya singgung di paragraf sebelumnya, merasa bodoh itu penting. Dengan merasa bodoh atau tidak tahu, kita akan penasaran untuk mencari tahu banyak hal dan menyerap berbagai ilmu. Ini pula yang saya diskusikan dengan Ken, sahabat saya bahwa selama kita hidup, kita harus selalu merasa tidak banyak tahu. Dengan begitu, kita bisa mencari tahu, setiap hal dalam semesta, setiap sejarah, setiap rahasia, akan seru sekali apabila bisa mengetahui itu semua! Yang tidak kalah penting adalah percaya diri. Ya, saya masih mau improvisasi hal ini. Saya ingin menjadi saya dan berani menunjukkan kepada dunia tentang karya-karya saya. Saya tidak ingin munafik dan saya berani mengungkapkan kalau saya ingin dikenal dengan prestasi saya dan saya ingin nama saya tercatat sebagai orang baik di hati banyak orang.

Kalian harus baca buku ini untuk mendapatkan banyak pengetahuan baru. Saya juga tentu akan membaca bukunya yang pertama… (setelah ini karena saya masih mau membaca fiksi dulu).

Comments

Popular Posts