REVIEW BUKU: OLD SHATTERHAND (Banyak OOT)
Hello
comrades!
Sebenarnya buku yang baru saja
habis kubaca berjudul The Power of Language (maybe some of you know it because I post this book in my Instagram
feeds several days ago), tapi karena sekarang aku sedang menginap in another house dan tidak membawa
bukunya, jadi aku mau mengambil buku apa saja di sini untuk aku review. So, for your information saja,
di rumahku yang lain aku juga menimbun buku—tapi aku juga baru saja memutuskan
untuk mengumpulkannya jadi di satu rumah agar tidak ke sana ke mari. Kan
kesannya kalau jadi satu bisa kayak “banyak” gitu.
Okey, Aufi, what kind of book that will be reviewed
in this blog? (retoris sekali pertanyaannya padahal
jawabannya sudah bisa dilihat dari cover blog).
Let’s get started!
Ya Allah, aku ngasal banget ambil buku dan buku yang
kuambil judulnya Old Shatterhand by Karl May yang kubaca sekitar empat sampai
lima tahun lalu! (Bacaan Aufi waktu SMP lah) Apakah aku masih ingat ceritanya?
Kurang tahu dan sepertinya ini akan jadi review
buku tidak jelasku yang ke sekian dan sekian kalinya (maaf memang tidak
terlalu serius banget kalau review buku).
Buku ini
sepertinya terkenal sekali, sih, karena ada filmnya juga meskipun kulihat-lihat
flmnya sudah tua. Serinya juga sepertinya sampai tiga, aku lupa, tapi yuyurly aku baru punya yang pertama dan
mau melanjutkan beli yang selanjutnya sudah mager banget—fyi, aku lagi mau mengoleksi English Classics-nya Gramedia. Hopefully bisa lengkap karena you know aku belum kerja, tentu
permasalahannya ada pada finansial!
Satu hal yang
menarik dan tertulis di cover buku
ini berbunyi: masa remaja saya dipengaruhi oleh Karl May. Bahkan, hingga saat
ini, dia menjadi pelipur bagi saya dalam masa-masa sulit. Ini kata Albert Einstein,
teman-teman. Bahkan Adolf Hitler juga merupakan penggemar karya-karya Karl May,
waw. Sepertinya bacaanku waktu SMP bagus juga tapi buku ini tidak terlalu
mempengaruhi masa remajaku seperti Albert Einstein. Masa remajaku pasti kamu
tahu dipengaruhi oleh buku apa… Le Petit Prince! Exactly!
Well, kadang aku
masih insecure dengan bacaanku. Aku
sudah pernah talk about it gak sih
kalau misalnya aku belum baca Harry Potter? Aku insecure dengan
ini, well. Plis, aku butuh waktu
untuk beli semua seri buku Harpot dan walau punya uang pun yang kubeli bakalan
lain… Mau nangis, capek banget enggak ngeh waktu teman-teman bicara tentang
Harpot padahal aku pembaca. Terus juga ketika teman-teman posting tentang
Harpot, film Harpot, dll gitu… ya Allah, ampuni Aufi karena belum baca Harry
Potter:/
Jadi intinya
buku Old Shatterland ini membicarakan tentang alam liar di barat—di Amerika. Di
situ, ceritanya bakal ada proyek pembangunan rel kereta api yang melintasi alam
dan di sana masih banyak suku Apache asli yang suka berburu bison. Tokoh utama ‘aku’
nanti juga bakal dihadapi dengan perburuan bison.
Aku ingetnya
itu doang, plis. Sedang tidak ada waktu dan niat untuk baca ulang, juga.
Sepertinya ingatanku tentang buku ini cuma tentang Amerika, kereta api, bison,
suku Apache. Itu doang. Yakali ingat, orang sudah 5 tahun lalu bacanya.
So, pesan yang
bisa kalian petik dari membaca kisah review
tidak jelas ini adalah, it’s okeh. Gak
apa-apa banget kalau kalian belum baca Harry Potter. (Yuyurly omg meong, aku masih insecure!)
Comments