DAN, SELESAI
Setelah bab ini, tidak akan ada cerita tentang kita lagi. Benar-benar akan berhenti setelah postingan ini. Saya akan memulai kisah baru, Tuan. Tanpamu, bahkan tanpa penggantimu. Saya hanya akan berkisah tentang diri sendiri. Maaf karena tidak lagi bisa menjadi Rose-mu. Saya bisa menjadi apapun sekarang: anyelir, teratai, bakung, bahkan raflesia. Saya akan menjadi bunga apa saja yang saya inginkan, tapi tidak untuk menjadi mawar lagi. Tidak lagi. Tidak lagi saya mau menjadi bunga yang tumbuh di planet hatimu.
Saya tidak
bisa posting balasan surat kedua, ketiga, dan keempatmu di sini karena pasti
pembaca akan mendukung kata-kata manismu. Sesungguhnya saya juga mulai goyah,
karena kau, dengan karaktermu yang berbudi itu, tidak mungkin mengumbar kata-kata
indah sembarangan. Terbaca tulus, terlihat penuh kasih sayang,
tapi Tuan, saya tidak bisa melanjutkan kisah karena walau kita masih saling
mencintai, kita berdua juga saling menyakiti. Saya yang egois dan kamu yang
sulit dimengerti.
Saya
mencintaimu, tapi kau tidak ada di samping saya waktu itu. Saya mohon
penjelasan, tapi kau enggan bercerita apapun dengan alasan ‘nanti kau akan
sedih mendengar cerita saya’. Jelas, Tuan, jelas saya akan sedih kalau kau
sedih. Tidak usah pedulikan efek domino kesedihanmu, saya ingin kau percaya pada
saya dengan menyajikan ceritamu. Saya ingin kau percaya…
Bukannya tidak
adil kalau kau selalu ingin saya bercerita dan kau suka mendengarkan, tetapi
ketika saya ingin ganti peran menjadi pendengar, kau enggan bercerita? Saya
tidak memaksa, tapi saya sedih. Rasanya peran kita hanya pendengar dan
pencerita, bukan saling mendengar dan saling bercerita.
Tuan, jangan
bingung lagi. Tidak akan ada lagi perempuan cerewet yang akan membuat Tuan
bingung sendiri akan perasaannya yang sulit dimengerti. Perempuan ini akan
pergi dan Tuan pasti akan menemukan perempuan yang lain. Yang lebih mau
mengerti Tuan, yang jauh lebih sempurna dari saya. Tuan pasti bisa
menemukannya. Tuan sempurna, jujur kau tampan sekali. Pintar dan tampan. Perempuan
mana yang tidak mau bersama Tuan? Mungkin saya saja.
Saya masih
mencintai Tuan, dengan sepenuh batang, daun, dan kelopak saya. Tapi untuk
bersama Tuan lagi, saya lebih memilih untuk layu dan mati. Saya tidak sanggup
bertahan. Saya pun tidak mau mencari pangeran yang lain. Sudah cukup. Saya
sendiri saja.
Kita dua orang
yang saling mencintai, menyakiti, dan meninggalkan pergi.
Baik-baik di
sana, Tuan.
Tertanda,
Waterlily in a dry lake
Hilma Aufiana
Comments