MY JANUARY

Halo Semesta!

It’s been a long time since I wrote my last article. So, I think I will tell you what did happen to me last month: January 2022. My worst and best month since 2022.

Laten we spreken in verschillende taal!

Januari lalu, aku kena berbagai masalah bertubi-tubi. Mungkin sudah aku bahas juga di blog sebelumnya. Puncak keberalihannya yaitu ketika aku memutuskan untuk mengakhiri kisah lama dengan Pangeran yang selama ini selalu kusebut-sebut dan memulai kisah baru dengan pangeran lain. Aku tidak tahu pangeran ini dari negeri mana karena jujur kami belum merangkai kisah fiksi bersama. But we will. Orangnya yang mana sih? Sudah aku upload kan, di IG.

Rasanya tuh gini. Selama tiga tahun setengah aku mencintai orang dengan setulus itu serta dengan kesabaran yang kemarin sudah mencapai ujung, ternyata hal itu tidak menjamin aku bahagia. Dari cerita yang bertahun-tahun berlalu dan tetap jalan di tempat, yang kudapatkan hanya kesedihan. Terus menerus, lagi dan lagi. Aku hanya ingin yang lebih sederhana dan sama sekali tidak rumit. Lalu Tuhan mendatangkan ia.

Yup. Seperti kataku di Snapgramku tempo hari, apabila aku mendapatkan seseorang yang mencintaiku dengan tulus dan ada kata ‘saling’ di antara kami, aku akan membuatkannya puisi-puisi. Puisi yang lahir dari senyumannya, dari momen kebersamaan kami, dari perpisahan-perpisahan kecil yang pasti akan mencapai temunya kembali. Aku juga akan menulis dongeng (bisa jadi novel) yang berisi tokoh yang terinspirasi dengan karakternya. Aku akan mencintainya seperti seorang penulis terhadap kekasihnya: membuatnya melegenda lewat tulisan-tulisannya.

Dan di sinilah aku mulai menjadikannya melegenda, di blog pertamaku setelah kesedihan  yang akhirnya berujung.

Aku bertemu dengannya pertama kali sekitar tiga tahun lalu. Detailnya aku lupa karena sudah lama dan aku pun tidak mengingat apa yang tidak ingin aku ingat (aku pikir kejadian itu bukan apa-apa. Aku lupa sambil lalu). Memorinya samar.

Waktu itu, aku ingin masuk UI—yey sekarang sudah jadi mahasiswi UI—dan di paguyuban UI Banyuwangi ada program UI mengajar. Di situ aku mendaftar dan dia yang mengajariku. Singkat cerita, kami bertemu lagi Januari lalu. Kami juga jadian Januari lalu. Kata teman-temanku, untuk seorang Aufi yang selalu pikir panjang dalam segala hal, ini terlalu cepat. Barangkali itu benar, bahkan hatiku juga belum sembuh sepenuhnya sampai sekarang dari cerita yang sebelumnya. Namun, dari kisah yang lalu, aku belajar bahwa kata ‘lama’ tidaklah berarti pasti. Kata lama tidak berarti mengakhiri sepi. Jadi, selagi aku yakin bahwa nanti cerita yang akan kujalani ini memiliki masa depan yang bisa dikira-kira akan ke mana, aku memutuskan untuk bahagia.

Lihat, gadis yang ringkih dan hampir putus asa terhadap kisah yang selalu berujung sedih itu sekarang bisa tersenyum dengan lugas. Gadis yang dari jauh selalu menangis menatap kekasih dambaanya yang memeluk gadis lain, sekarang bisa memeluk kekasih barunya. Dia bahagia. Dia bisa tertawa lepas. Dia bisa mengungkapkan rasa cemburunya tanpa takut akan menyakiti pasangannya. Dia bisa menangis bahagia.

Di masalalu, aku membenci kesedihanku. Sekarang, aku bersyukur karena dari kesedihan yang sesedih itu, aku jadi bisa merasakan bahagia yang sebahagia itu juga.

Bagaimana kalau nanti berakhir sedih lagi? Well, aku belum memikirkannya.

Comments

Unknown said…
Terima kasih. Kupastikan tidak akan berakhir dengan kesedihan kembali
Anonymous said…
:3

Popular Posts