HEAVEN
HEAVEN
Sebuah Novel Karya Mieko Kawakami
Kisah perpeloncoan
di sekolah. Mieko Kawakami menyajikan seorang tokoh utama laki-laki, berumur 14
tahun yang mengalami berbagai macam kekerasan baik verbal maupun nonverbal dari teman-temannya. Buku ini telah diterbitkan pada tahun 2009 di Jepang dan
semakin populer sejak Breast And Eggs menjadi sorotan para pembaca buku di
dunia.
Tokoh utama
yang tidak disebutkan namanya, dijuluki Eyes oleh geng teman sekelas pimpinan
Ninomiya karena memiliki lazy eyes. Pembulian
yang dihadapi Eyes berbagai macam, dari disuruh membawa barang-barang
Ninomiya dkk, ditendang, kekerasan hingga mengeluarkan banyak darah, dst. Hal
tersebut tidak hanya menyakiti fisik, tetapi juga mentalnya.
Di kelasnya, Eyes
bukan satu-satunya korban perpeloncoan. Di pihak anak-anak perempuan, terdapat
Kojima yang menjadi korban. Pada suatu hari, Eyes mendapat surat-surat kecil
dari Kojima. Mereka tidak pernah berbicara satu sama lain, tetapi melalui surat
kecil itu, mereka mulai saling berkomunikasi dan menjalin pertemanan. Semakin
akrab, mereka kemudian pergi bersama ke museum seni pada liburan musim panas.
Di sana, Kojima mendeskripsikan lukisan-lukisan yang ia suka dan menjuluki ‘Heaven’ pada sebuah lukisan pria dan
wanita yang bersama di tengah penderitaan yang luar biasa.
Jika Eyes di-bully karena matanya, maka Kojima di-bully karena ia kotor dan bau. Namun, terdapat alasan di balik kotor dan bau yang ia miliki. Ia bercerita kepada Eyes
bahwa ia merindukan ayah kandungnya yang miskin dan kotor. Maka, untuk terus
mengingat ayahnya, Kojima sengaja untuk kotor dan bau agar selalu merasa dekat
dengan ayahnya meskipun ayah angkatnya orang kaya. Akan tetapi, tentu
teman-teman yang mem-bully-nya tidak
akan mengerti.
Mungkin kita
bertanya-tanya, kenapa tokoh utama tidak mengadukan perpeloncoan yang ia hadapi
ke guru atau orangtuanya. Jawabannya adalah rasa takut dan rasa tersudutkan. Ia
merasa kecil, ia marah, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Di buku ini,
kita tidak hanya disuguhkan oleh perasaan dari tokoh utama dan Kojima. Mieko
Kawakami juga menuliskan bagian di mana Eyes melakukan percakapan yang serius
dengan Momose (salah satu anggota geng Ninomiya). Dari percakapan itu, Momose tidak
merasa ada yang salah dengan hal yang mereka lakukan. Ia juga tidak merasa
harus bertanggung jawab. Momose pikir, dunia ini tidak berarti, jadi kenapa
kita tidak melakukan apa yang kita ingin lakukan? Dari pemikiran Momose
tersebut, kita bisa mendapatkan representasi pemikiran Nietsche. Terdapat juga suatu
bagian percakapan antara Kojima dan Eyes tentang teori mereka akan keberadaan
Tuhan yang sangat menarik.
Mieko Kawakami
menuliskan kisah Heaven yang dapat membuat kita merasa tidak nyaman, mual,
sekaligus penasaran. Deskripsi perpeloncoan disajikan dengan diksi sadis dan detail. Lewat imajinasi dari pembacaan
buku ini, pembaca dapat merasakan panca indra mereka berfungsi: bau, sakit
berdarah, pusing, sakit hati, dan dendam.
Penuturan Kawakami
tentang perpeloncoan juga bisa menjadi pedang bermata dua. Selain deskripsi
detail yang bisa menjadi kelebihan, deskripsi tersebut dapat menimbulkan perasaan
tidak nyaman dan trauma bagi pembaca tertentu. Di sisi lain, percakapan
filosofis yang ada juga menimbulkan pertanyaan: apakah realistis bahwa
anak-anak berumur 14 tahun bisa saling bercakap sefilosofis itu? (Mungkin ada).
Selain itu, terdapat bagian yang terasa aneh seperti ketika ibu Eyes mengiris
tangan sambil tertawa dan ketika Kojima telanjang sambil tertawa keras
sekaligus menangis (aku akan mencari informasi lain di bidang psikologi untuk
ini).
Pertanyaan menarik untuk direnungkan: what does it mean to be hurt?
Highlighted Words:
- Because we’re always in pain, we know exactly what it means to hurt somebody else.
- I sat all day. I couldn’t remember how to be strong.
- No one has the right to hurt anybody else. No one.
- You, me, we’re all free to interpret the world however we want. We see the world differently. It’s that simple. That’s why you need to be strong.
- I guess I was crying because we had nowhere else to go, no choice but to go on living in this world. Crying because we had no other world to choose, and crying everything before us, everything around us.
- Maybe we’re weak, in a way. But that’s not a bad thing. If we’re weak, our weakness has real
meaning.
Comments