PERCAKAPAN DAUN DAN AWAN
Angin berhembus dengan kuat. Daun
anggrek yang batangnya tertempel di pohon rambutan bergoyang-goyang halus,
tidak seperti ranting-ranting kecil pohon rambutan yang bergerak heboh.
Tiba-tiba, muncul suara menggelegar.
“Jika angin berhembus lebih kuat lagi,
aku tidak yakin kamu akan selamat.”
Daun-daun anggrek masih bergoyang.
Mereka saling berdebat, suara apakah gerangan?
“Aku berbicara kepadamu, daun tua,” kata
suara itu pada daun anggrek yang sudah menguning. Daun yang menguning itu lalu
melihat ke atas, pada sebuah awan putih yang bentuknya seperti domba.
“Awan?”
Makhluk putih itu lalu bergoyang-goyang.
Jika diartikan dalam bahasa manusia, gerakan itu berarti mengangguk.
“Kenapa kau mencampuri urusan makhluk
kecil sepertiku? Bukankah burung-burung yang melintasimu lebih menarik?” tanya
Daun dengan heran.
“Menurutku kau lebih menarik karena
tidak ada seorang pun yang tertarik pada daun kering yang akan copot dari
batangnya.”
“Lantas?”
Awan itu tertawa dengan nada yang tawar.
Nada yang jika didengarkan dengan betul akan berarti kasihan, tetapi tidak sama
sekali mengandung ejekan.
“Kita mungkin akan mati bersama,” lanjut
Awan.
“Maksudmu?”
Wajah awan tiba-tiba menjadi lebih
keruh. Sedikit demi sedikit ia berubah warna menjadi kelabu.
“Awan, ada apa denganmu?”
“Kau tahu ada satu lagi yang paling
menarik dari hidup kita berdua?”
Daun menggeleng.
“Jika aku menangis, maka kau akan mati.”
Daun tertegun. Ia masih belum paham betul.
Selang beberapa detik kemudian, tak ada
lagi kata-kata yang bisa untuk diungkapkan. Awan menitikkan air matanya. Rintik
tangisannya mengenai Daun yang tua itu.
Rintik yang semakin menjadi guyuran.
Lalu daun itu pun jatuh dari batangnya.
Lalu awan itu pun jatuh, habis, menjadi hujan.
Comments