POTRET UNTUNG SUROPATI DALAM LUKISAN JACOB COEMAN (1665) DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELUARGA CNOLL

 

Untung Suropati merupakan seorang pejuang yang melawan VOC dan telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional dalam S.K. Presiden No.106/TK/1975. Asal-usul mengenai Untung Suropati terdiri dari banyak versi dan masih tergolong simpang siur. Dalam Babad Tanah Jawi (Rijckevorsel, 1925: 46) dan Babad Trunajaya (Sudibjo dan Soeparmo, 1981:80) dijelaskan bahwa Untung Suropati adalah seorang budak dari Bali yang dibeli oleh kompeni Belanda bernama Van Moor lalu dibawa ke Batavia. Sedangkan menurut buku Babad Mentawis (Anhar, 2012: 18–20) Untung Suropati merupakan anak dari raja Mataram yang bernama Sang Nata (Sunan Amangkurat I) dengan putri boyongan dari Bali yang merupakan anak dari Rangga Setata, seorang patih Kerajaan Blambangan.

Berdasarkan Van Slaaf tot Vorst karya Nicolina Maria Sloot yang diterbitkan pada tahun 1898 dan Roman Suropati karya Abdoel Moeis yang diterbitkan pada tahun 1952, Untung Suropati sejak kanak-kanak dipelihara oleh keluarga Moor. Sedangkan menurut Leonard Blusse dalam Ba-ta-wei-ya hua-jen yu Chung-ho Maoyi (1997), yang diperkuat oleh surat wasiat Pieter Cnoll, Untung Suropati menghabiskan masa kecil hingga remaja bersama keluarga Cnoll. Argumen ini juga diperkuat dengan keberadaan lukisan karya Jansz Jacob Coeman yang dibuat pada tahun 1665 yang memperlihatkan potret Untung Suropati di belakang Keluarga Cnoll.

 

Biografi Untung Suropati

Berdasarkan berbagai sumber, Untung Suropati diperkirakan lahir di Bali pada tahun 1660. Tahun ini bisa saja tidak benar karena berdasarkan potretnya dalam lukisan Jacob Coeman yang bertahun 1665, tidak mungkin Untung Suropati masih berusia lima tahun sedangkan di lukisan digambarkan sebagai lelaki dewasa.  Asal muasal Untung Suropati yang dari Bali juga tergolong masih diragukan karena berdasarkan Babad Mentawis (dalam Anhar, 2012: 18–20) dijelaskan bahwa ia merupakan anak Kerajaan Mataram Sunan Amangkurat I dengan putri Kerajaan Blambangan. Sumber yang menyebutkan bahwa ia berasal dari Bali terdapat dalam Babad Tanah Jawi (Rijckevorsel, 1925:46) dan Babad Trunajaya (Sudibjo & Soeparmo, 1981:80). Dalam sumber tersebut, Untung Suropati juga dikisahkan dibawa oleh Van Moor dari Bali ke Batavia pada umur tujuh tahun lalu dijadikan sebagai budak.

Untung Suropati bernama asli Surawiroaji. Ia dijuluki “Untung” karena dianggap sebagai budak yang banyak memberikan keuntungan kepada tuannya. Menurut Adi P. Talango dalam buku Sosok-Sosok Hebat di Balik Kerajaan-Kerajaan Jawa, nama Suropati didapatkan Untung ketika ia bertengkar dengan Raden Suropati, anak angkat dari Sultan Cirebon. Setelah diadili, ternyata Suropati yang terbukti bersalah dan Suropati dihukum mati. Setelah itu, nama Suropati oleh Sultan Cirebon diserahkan kepada Untung, sehingga nama lengkapnya menjadi Untung Suropati.

Pada September 1706, Untung Suropati bertempur melawan VOC di Benteng Bangil. Ia terluka parah sehingga terpaksa dibawa ke Pasuruan dan meninggal di sana pada tanggal 17 Oktober 1706. Ia berwasiat agar kematiannya dirahasiakan sehingga terdapat dua versi mengenai kematiannya. Versi pertama mengatakan bahwa jenazah Untung Suropati dikremasi lalu abunya dilarung ke laut. Sedangkan pada versi kedua, jenazah Untung Suropati dimakamkan di Pasuruan atau Malang.

 

Catatan Mengenai Pieter Cnoll dan Keluarganya

Pieter Cnoll lahir di Delft, Provinsi Zuid Holland, pada tahun 1625. Ia pertama kali mendarat di Batavia pada tahun 1647. Awalnya, ia bekerja sebagai asisten muda dengan gaji sekitar 18 gulden. Tak lama kemudian, ia ditempatkan di bawah Anggota Dewan Hindia Willem Verstegen yang bertanggung jawab dalam pembukuan harta VOC di Batavia. Pada tahun 1651, gajinya meningkat menjadi 30 gulden dan pada tahun 1652 pangkatnya naik menjadi saudagar dengan gaji 45 gulden (Leonard Blusse, 1988).

Berdasarkan buku berjudul 1688: A Global History yang ditulis oleh John E Wills Jr., Pieter Cnoll adalah seorang pegawai VOC dengan pangkat yang tinggi dan posisi menguntungkan. Sedangkan menurut Rosmaida Sinaga, dkk. dalam Kolonialisme Belanda dan Multikulturalisme Masyarakat Kota Medan, pada tahun 1652 Pieter Cnoll menjabat sebagai kepala keuangan VOC di Batavia dan dikenal sebagai orang terkaya di kota itu. Pada tahun yang sama, Pieter Cnoll menikah dengan Cornelia van Nijenroode. Cornelia sebenarnya bukan perempuan asli Belanda, melainkan anak dari seorang pedagang Belanda dan wanita Jepang yang lahir pada tahun 1630. 

Di antara 1653 sampai 1670, Pieter Cnoll dan Cornelia dikaruniai 10 anak namun hanya satu yang bisa tumbuh hingga dewasa. Berdasarkan sumber lain yaitu dalam Interracial Intimacy Japan: Western Men and Japanese Women, 1543-1900 karya Gary P. Leupp disebutkan bahwa anak yang berhasil bertahan hidup berjumlah dua orang. Jumlah ini juga dapat diperkuat dengan lukisan karya Jacob Coeman yang mengabadikan potret keluarga mereka.

Pieter Cnoll meninggal pada tahun 1672, dan meninggalkan seluruh harta miliknya dalam surat wasiat. Wasiat terakhirnya ditujukan untuk istrinya, Cornelia van Nijenroode. Wasiat tersebut menunjuk Cornelia sebagai pemegang perusahaan dan wali anak-anaknya. Kekayaan peninggalan Pieter Cnoll juga meliputi kereta besar dan rumah tangga dengan empat puluh budak.

 

Potret Untung Suropato dalam Lukisan Pieter Cnoll and His Family karya Jacob Coeman (1665)

Lukisan berjudul Pieter Cnoll, Cornelia van Nijenroode, Their Daughters and Two Enslaved Servants dilukis oleh Jacob Coeman di Batavia pada tahun 1665.  Lukisan potret tersebut menggunakan media cat minyak di atas kanvas. Berdasarkan Jean Gelman Taylor dalam Visual History: A Neglected Resource for the Longue Duree (2015), gaya lukisan Jacob Coeman hampir mirip dengan Aelbert Cuyp yang memadupadankan unsur Belanda, Asia, serta simbol status Jawa. Lukisan tersebut bergaya Barok yang identik dengan karya-karya yang seakan hidup dengan lukisan yang cemerlang dan warna-warna yang bercahaya. 

Hasil simposium dari Koninklijke Vereniging van Vrienden der Aziatische Kunst atau KVVAK pada 2019 menyebutkan bahwa Jansz Jacob Coeman mendapatkan komisi dari Pieter Cnoll untuk melukis potret keluarganya segera setelah ia tiba di Batavia pada 1663. Di dalam lukisan potret Pieter Cnoll and His Family, terdapat sosok Pieter Cnoll, istrinya yang bernama Cornelia van Nijenroode, kedua putri mereka Catharina (dengan kipas dan anjing) dan Hester (dengan kotak gading), serta dua budak yang terdiri dari Untung Suropati dan wanita yang tidak diketahui namanya sedang memegang keranjang buah. Keluarga itu digambarkan sedang berada di teras rumah mereka di Batavia. Dalam menandakan status sosial yang tinggi, Jacob Coeman menghadirkan citra elit Cornelia sebagai  istri VOC dengan kalung mutiara dan Pieter Cnoll dengan kancing serta gesper emas (J. Taylor: 2007, 2009). Kehadiran dua pelayan dalam lukisan tersebut juga menandakan status Cnoll yang tinggi, meskipun mereka hanya mewakili sebagian kecil dari lima puluh budak yang dimilikinya. Untung Suropati yang merupakan budak belian pedagang senior VOC tampak di bagian kanan dari potret keluarga Cnoll dengan membawa bendera dan ditemani seorang wanita pribumi yang membawa keranjang buah. 

Latar dari lukisan tersebut adalah Batavia dengan pepohonan, langit biru, laut di kejauhan, dan dua kapal. Dua kapal yang terdapat dalam lukisan menandakan perdagangan yang pesat pada masa itu. Pada kurun abad 16–17-an lukisan-lukisan mayoritas seniman Hindia Belanda tidak lepas dari pantai, laut, kapal, tanjung, dan teluk. Hal ini menunjukkan kuatnya kehidupan pesisir pada masa itu. Para perupa juga melukis selaras dengan pengetahuan mereka mengenai geografi tanah jajahan (JG Taylor, 2015)

Dalam teknik pewarnaan seni rupa, terdapat unsur gelap terang yang dapat mendukung fokus tidaknya penikmat lukisan dalam memandang karya. Ungkapan gelap-terang yang menjadi hubungan pencahayaan dan bayangan dinyatakan dengan gradasi mulai dari yang paling putih untuk yang menyatakan yang sangat terang, sampai kepada yang paling hitam untuk bagian yang sangat gelap (Sunaryo, 2002: 20). 

Berdasarkan analisis unsur gelap-terang dalam lukisan Pieter Cnoll dan keluarganya karya Jacob Coeman (1665) memfokuskan pencahayaan ke Pieter Cnoll, Cornelia van Nijenroode, Catharina, dan Hester. Sebagai budak, Untung Suropati dan seorang wanita Jawa yang berada di sampingnya diberi warna yang lebih gelap. Hal ini juga menggambarkan kedudukan dan eksistensi dari Pieter Cnoll yang lebih tinggi dari keberadaan budak-budak yang tidak terlalu dianggap, namun harus dihadirkan untuk menandakan kedudukan tinggi keluarga tersebut. Menurut data dari Rijksmuseum, jumlah budak yang dimiliki oleh Pieter Cnoll berjumlah kurang lebih 50 orang. Maka dari itu, keberadaan Untung Suropati dan seorang wanita hanya sebagai representasi dari budak-budak yang dimiliki keluarga tersebut. 

Kebenaran budak yang terdapat dalam lukisan keluarga Pieter Cnoll merupakan Untung Suropati atau bukan dapat dibuktikan dengan data deskripsi karya lukisan di Rijksmuseum. Di sana disebutkan bahwa budak pria yang berada di belakang Cornelia van Nijenroode adalah Suropati. Jan Gelman Taylor dalam jurnalnya A Neglected Resource for The Longue Duree (2015) juga menjelaskan bahwa budak tersebut bernama Untung atau yang lebih dikenal Suropati dalam kisah-kisah di Indonesia.

 

Hubungan antara Untung Suropati dengan Keluarga Cnoll Berdasarkan Lukisan karya Jacob Coeman (1665)

Berdasarkan Babad Tanah Jawa, pupuh Dhandhanggula 8, jilid 14, bagian 84, pada umur tujuh tahun Untung Suropati dijual oleh Kapten van Beber yang mendapatkannya dari orang Bugis. Van Beber lalu menjualnya ke Kapten Edele Heer Moor di Batavia. Sedangkan menurut Hamid Basyaib (2002) dalam Cornelia, Drama Janda Batavia, Untung Suropati merupakan budak dari seorang pejabat tinggi VOC bernama Pieter Cnoll. Sesudah Pieter Cnoll meninggal, sebagai seorang budak Untung diwariskan kepada Cornelia Cnoll yang kejam dan bengis. Oleh karena itu, Untung melarikan diri hingga menjadi buron VOC. Untung lalu mengobarkan pemberontakan melawan VOC dan mendirikan kerajaan di Jawa Timur. Ia lalu mengganti namanya menjadi Suropati.

Menurut Dirk Teeuwen dalam Jakarta History Museum, Suropati 1675, dahulu penduduk Batavia didominasi oleh budak. Pada tahun 1670, budak di Batavia berjumlah 13.000 dari total populasi 33.000. Di tahun 1815 terdapat 14.000 budak dari 48.000 penduduk. Belanda lebih suka mendatangkan budak dari luar Jawa karena berbagai alasan, salah satunya karena budak dari daerah Jawa dan Sunda saling bermusuhan. 

Untung Suropati (1650–1706) bertugas sebagai budak di Batavia setelah pedagang budak Arab membelinya dari Bali. Ia dibeli oleh Pieter Cnoll yang memperlakukannya dengan sangat baik. Namun, setelah Pieter Cnoll meninggal dunia, ia menjadi milik Cornelia yang kemudian menikah dengan Johann Bitter. Anak dari Johann Bitter yang bernama Suzanne didapati menyukai Suropati sehingga Johann Bitter memerintahkan untuk memenjarakan Suropati ke ruang bawah tanah Balai Kota.

Suropati melarikan diri pada tahun 1675 dan segera menjadi kepala sebuah tentara ratusan penjahat Bali. Kelompok ini menjarah Pegunungan Preanger dekat Batavia. Namun demikian, pada 1683, Belanda menawari mereka kebebasan dengan syarat Suropati dan anak buahnya akan membantu mengalahkan Sultan Banten. Suropati setuju dan mendapat pangkat letnan di angkatan darat Perusahaan Hindia Timur Belanda, VOC. Pada tahun 1684, ia mengalami suatu konflik dengan seorang perwira Belanda sehingga melarikan diri bersama anak buahnya ke Pegunungan Preanger. Setelah itu, ia mencoba membantu Sultan Mataram melawan Belanda. Ia mengalami kegagalan yang menyebabkannya melarikan diri, sekarang ke Pasuruan, Jawa Timur. Di Pasuruan, ia mendirikan kerajaan pada tahun 1687 dan mencoba berperang lagi dengan Belanda. Pada 1706 Tentara Belanda dengan dukungan oleh Sultan Mataram, Sultan Madura dan Surabaya berhasil menaklukkan daerah Pasuruan. Suropati terluka parah dan meninggal beberapa bulan kemudian. Para pengikutnya merahasiakan kematiannya, tetapi pada tanggal 18 Juni 1707 Herman de Wild menemukan kuburannya. Sedangkan untuk Suzanne Bitter, ia dikirim ayahnya ke Belanda, tetapi dia tidak pernah sampai di sana. Dia meninggal karena tuberkulosis di pulau St Helena pada tahun 1676.

 

Kesimpulan

Di dalam lukisan yang berjudul Pieter Cnoll, Cornelia van Nijenroode, Their Daughters and Two Enslaved Servants karya Jacob Coeman pada tahun 1665 terdapat dua potret budak yang mewakili sekitar 50 budak yang dimiliki oleh Pieter Cnoll, seorang pegawai VOC yang kaya raya. Salah satu dari dua budak tersebut merupakan Untung Suropati. Dalam hubungannya dengan keluarga Cnoll, ia menjadi budak yang dirawat dengan baik oleh tuannya. Namun, setelah Pieter Cnoll meninggal dunia, ia menjadi milik Cornelia yang segera menikah dengan Johann Bitter. Sayangnya, Untung Suropati menjalin hubungan terlarang dengan Suzanne sehingga harus menerima hukuman penjara. Setelah keluar dari penjara, ia menjalankan berbagai pemberontakan melawan VOC.

 

Daftar Pustaka

Anhar, R. 2012. Untung

Suropati. Kementrian Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Jr., E. Wills John. 2002. 1688: Global History. New York City: W.W. Norton & Company.

Leupp, Gary P. 2003.  Interracial Intimacy in Japan: Western Men and Japanese Women, 1543–1900. London: a&C Black.

Marsely L. Kehoe, "Dutch Batavia: Exposing the Hierarchy of the Dutch Colonial City," Journal of Historians of Netherlandish Art 7:1 (Winter 2015) DOI: 10.5092/jhna.2015.7.1.3

Octavia, Diah Ayu, dkk. (2020). The Oral Tradition of Untung Suropati Among The People of Pasuruan from 1975 to 1018: Jurnal Historica, 4 (1), 42. 

Priem, Ruud (2005). Dutch Masters from the Rijksmuseum, Amsterdam. National Gallery of Victoria. ISBN 978-1-8754-6023-6.

Rijkevorsel, L. Van dan R.D.S Hadiwidjana. 1928. Babad Tanah Jawi Lan Tanah-Tanah Ing Sakiwa Tengenipoen. Den Haag: B. Wolters Uitgevers Maatschappij.

Sudibjo, S.H. & Soeparnmo, R. 1981. Babad Trunajaya-Suropati. Buku Sastra Indonesia dan Daerah. 

Talango, Adi P. 2012. Sosok-Sosok Hebat di Balik Kerajaan-Kerajaan Jawa. Jogjakarta: Flashbooks.

Taylor, Jean Gelman. Visual History: A Neglected Resource for the Longue Duree: Verhandelingen van het Koninklijk Instituur voor Taal-, Land- en Volkenkunde, 300 (12), 184–185.

Teuwen, Dirk. ___. Jakarta History Museum, Suropati 1675. ___.

Zandvliet, K.; Blussé, Leonard (2002). The Dutch Encounter with Asia, 1600-1950. Antique Collectors Club Limited. ISBN 978-9-0400-8717-2.

___. ___. https://www.genealogieonline.nl/west-europese-adel/I279833.php diakses tanggal 13 Desember 2022.


Comments

Popular Posts