I Dropped the Book That I Didn’t Like

Basically, dulu aku orang yang merasa punya tanggungjawab yang besar banget untuk menyelesaikan buku yang aku putuskan untuk aku baca. Misalkan, aku dapat review jika Madilog adalah bacaan wajib bagi orang yang melek sama politik. Waktu itu, aku pengin banget dapat pengakuan dan masuk ke dalam in group orang-orang yang melek politik. Aku tuh pengin nyambung saat orang-orang yang bahas Tan Malaka.

Lebih-lebih ketika romantisasi Madilog sebagai bahan bacaan gencar aku temukan di Twitter sekitar dua tahun lalu. “Wah, anjir! Bacaannya Madilog!” saat ada cewek berjilbab membawa Madilog sambil duduk di suatu tempat.

Aku ingin baca juga, FOMO istilahnya. Meskipun sebetulnya buku itu bukan genreku. Aku lebih ke dongeng anak-anak, even roman menye, dan juga buku jenis self-help. Politic is just big no for me.

Ah, jadi ingat! Dulu tuh aku pengin banget ngerti politik karena ingin masuk Hubungan Internasional. Jujur, ini bagus untuk dilestarikan. Namun entah mengapa semakin ke sini, aku semakin merasa tidak cocok di dunia itu.

Kembali lagi ke Madilog. Lantas, apakah aku membacanya? Wah, tentu belum. Sudah terlanjur hilang keinginan untuk bacanya. Mungkin kapan-kapan?

Dan, untuk buku yang sudah aku ambil dan putuskan untuk membacanya, aku selalu punya rasa untuk harus menyelesaikannya. Seperti utang yang harus dibayar. Well, meski itu benar, tapi ada rasa sesak saat melakukannya. Tidak enjoy saat membaca, tidak fokus, dsb. Lantas, buat apa dong kalau kita baca tapi tidak mendapat manfaat dari buku itu? Mending skip gak sih.

Seperti sekarang, aku baca buku Malice karya Keigo Higashino. Aku kurang sreg aja dengan gaya terjemahannya. Lain kali aku coba baca pakai terjemahan bahasa Inggrisnya. Soalnya, ya, gak enak aja.

Kadang dari segi terjemahan, bisa alur cerita, bahkan typo yang banyak bisa mempengaruhi aku untuk melanjutkan baca atau tidak.

Aku gak tahu dari mana dan sejak kapan keberanian untuk berhenti baca ketika aku tidak suka itu muncul. Mungkin karena aku lebih aware dengan waktu yang berharga? Jadinya, aku tidak mau menghabiskan waktuku dengan buku yang aku tidak enjoy membacanya.

Jadi, buku itu kan buat aku sebuah hiburan. Selayaknya dunia lain di mana aku bisa kabur dari dunia asli yang kacau balau. Kalau dunia buku itu gak menyenangkan ya, buat apa?

Kamu gitu juga, gak? Atau hanya aku saja?

Tapi aku masih berharap aku bisa menemukan lagi buku-buku yang tidak bisa aku letakkan karena seru banget ceritanya. Yah seperti kisah Na Willa, Le Petit Prince, petualangan Langdon dalam karya Dan Brown, buku-buku Jostein Gaarder, Tetralogi Buru, and many more.

Keep reading to find your favorite books!

Comments

Popular Posts