Kenapa Mendengarkan Orang Bercerita Itu Susah?

Gambar: https://pin.it/7gL7vgJ

Pernah gak sih kamu merasa capek banget pas ketemu atau jalan dengan orang yang ngomonggggg mulu sepanjang hari? Padahal cuma dengerin ya, tapi kok capek bukan main? Sampai rasanya mulut tuh pengin nyeletuk “bisa gak sih lu diem. lu udah sharing too much information, njir”

Entah aku memang bukan seorang pendengar yang baik atau ini bisa relate juga dengan teman-teman. Apalagi kalau teman-teman introver yang ketemu ekstrover yang gak bisa diam. Beuh, energi kacau balau habisnya sampai minus persen. Ya gak, kalian ngerasain ini juga gak?

Kalau kata buku Dale Carnegie yang berjudul How to Win Friends and Influence People, mendengarkan termasuk dalam strategi yang bagus dalam berkomunikasi karena manusia cenderung suka sekali menceritakan diri sendiri. Akan tetapi, energi yang dikeluarkan dalam mendengarkan ternyata lebih besar dari bercerita (source: pengalaman pribadi). Kenapa bisa begitu?

Kita butuh mengeluarkan konsentrasi yang tinggi, minat terhadap topik yang dibicarakan lawan bicara, memberikan respon yang baik, dan berempati terhadap cerita. Hal ini tidak mudah, apalagi jika konsentrasi kita setipis tisu. Kalau respon kita juga tidak baik, yah langsung dicap sebagai pendengar yang buruk. Di sisi lain, kita juga harus pandai menempatkan diri ketika kategori cerita dari lawan bicara kita bertipe curhat: kita harus memvalidasi perasaannya saja atau juga memberikan nasihat. Salah langkah, bisa jadi situasi memburuk.

Sedangkan ketika menjadi pihak yang berbicara, kita malah mendapatkan perasaan lega karena uneg-uneg kita keluar, rasa bangga kita terutarakan, dan pendapat kita tersampaikan. Bercerita juga asyik, apalagi ketika topiknya lagi kita kuasai.

Aku baru saja searching topik ini di Google dengan keyword: why is talking easier than listening? See, aku menemukan penjelasan teratas sebagai berikut:

In comparison, talking requires considerably less processing power by the human brain. In practice, talking requires less concentration, attention, and mental effort when compared with listening. This view can be explained by studies that show that a person can talk without thinking about what is being spoken about. (Sumbernya LinkedIn dan gak aku telusuri lebih lanjut karena buka blog lain, hehe).

Ya kan, berarti benar apa yang aku tulis sebelumnya. Mendengarkan butuh energi yang lebih besar dari berbicara.

Sebagai tambahan, aku juga baca blog Psychology Today dengan artikel berjudul Why We’d Rather Talk Than Listen: Why Time Flies When You’re Talking and Slows When You’re Listening. Salah satu paragrafnya berbunyi sbb:

One of the reasons we'd rather talk than listen is that if our minds are filled to capacity and we listen, we run the risk of overloading our brain's circuits, forgetting things we're trying to remember and worse, feeling pressured to not just listen but take on the responsibility for dealing with or fixing whatever someone is telling us. Worst of all is that if we don't deal with or fix whatever that someone is telling us, we risk their going into a snit, getting huffy, becoming sullen... and that really threatens to mess with our circuits.

Pokok intinya, semangat buat kaum-kaum pendengar. Menjadi pendengar yang baik perlu latihan juga. Dan untuk tukang ngomong, gapapa kok cerita banyak. But again, mengenal kata cukup dan tidak oversharing itu perlu. Semangat kita semua <3

Comments

Anonymous said…
Yeah, I agree with you..Karna ga cuman berbicara yang ada seninya, mendengar pun juga ada seninya, dan sebetulnya itu pekerjaan yg terlihat mudah padahal jika dilakukan belum tentu everyone can do it.

Popular Posts